Minggu, 13 Juli 2008

Konsekuensi Bagi Kaum Muda*


Wacana public saat ini yang banyak mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan terutama media masa adalah mengenai kepemimpinan kaum muda. Sebetulnya wacana ini tidaka hanya memicu lontaran opini saja tetapi mendorong juga terjadinya konsekuensi gairah diskusi di kampus-kampus terutama di pakultas social politik.

Wacana ini muncul tidak terlepas berakar pada apa yang terjadi pada tanggal 28 oktober 2007 bertepatan dengan peringatan hari sumpah pemuda. Dimana beberapa tokoh politik dari generasi muda diantaranya Paisal Basri sebagi ekonom, kemudian Anis Baweda sebagai akdemisi muda, Adiansyah Daud sebagi mentri pemuda olahraga, juga mereka yang selama ini sudah mempunyai sepak terjang luas dalam kancah perpolitikan nasional melakukan ikrar ulang atas sumpah p[emuda.

Sebagai media politik yang cukup berpengaruh KOMPAS beberapa hari setelah adanya ikrar tokoh kaum muda itu banyak memuat opini pro dan kontra atas butir-butiran isi dari ikrar itu sendiri. Salah satu komentar yang layak untuk dikutip adalah apa yang diungkapakan wakil presiden Jusuf Kala dan juga sebagai politisi senior Partai Golkar. Menurutnya apa yang dilakukan tokoh-tokoh muda tersebut tidak mencerminkan sama sekali perjuangan yang dilakukan tokoh-tokoh muda dahulu ketika merumuskan sumpah pemuda.

Dilain pihak dukungan positif muncul dari pengamat politik Universitas Indonesia Adrinof A Chaniago. Menurutnya memang sudah saatnya tokoh-tokoh muda tampil kepermukan sebagai penggerak dari laju dan jalanya roda pemerintahan. Hal ini perlu dilakuakn karena yang berjasa menggulingkan rezim Orde Baru pada tahun 1997-1998 adalah kalangan muda. Sebagia kelanjutan dari gagasan mereka yang tertunda maka kalangan muda harus diberikan kesempatan untuk mewujudkan ide-ide kreatifnya.

Terlepas dari kontropersi dukungan dan penolakan kepemimpinana kaum muda ini, penbulis ingin rasanya memberikan komentar positif sebagai ajang ikut bertpartisipasi dalam wacana penyaluran aspirasi dan gagasan. Terlepas dari gagasan ini produktif atau tidaknya itu adalah urusan siapan yang merespon dan latar belakang penghargaaan dari masing-masing kalakter individu itu sendiri.

Kepemimpinan merupakan sesutau yang berhak untuk dipegang oleh siapapun, baik itu kalangan muda atapun kalangan tua. Mengingat inti dari kepemimpinana itu sendiri bukan urusan tua atau mudanya seorang pemimpin tetapi seberapa kredibel seorang pemimpin mampu menjalankan roda kepemimpinanya. Kredibilaitas seorang pemimpin tidak bisa diambil hanya dari tolak ukur ego saja tetapi mesti ada pormulai bijak untuk menentukan layak atau tidak layaknya seseorang untuk memimpin.

Seorang motivator Gereja Amerika Jhon C Maxwel dalam bukunya "The 21 Laws Of Leadership" memberikan resep beberapa kemampuan yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin. Dari 21 hukum kepemimpinan yang ditawarkan salah satu hukum yang terpenting adalah hukum kepengaruha. Intinya menekankan pada titik seberapa besar pengaruh yang dimiliki seseorang sebesar itu pula kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin. Hal ini mempunyai pengertian bahwa seorang pemimpin tidak terikat siapapun baik tua atau muda asalkan mempunyai pengaruh besar untuk menjalankan kepemimpinanya.

Namun yang mesti menjadi catatan, kepengaruhan seseorang tidak terlepas dari aspek - aspek lain sebagai penopang dari kepengaruhan itu sendiri. Dalam kepemimpinan kaum yahudi ada Dua hal yang bisa menopang seorang pemimpin dikatakan berpengaruh, yaitu aspek kekuatan pisik dan kekuatan akal pikiran. Mempunyai pengertian pisik sehat, kuat, kredibel tidak cacat dan mempunyai kelebihan kekuatan. Kecakapan dibuktikan dengan kualitas pikiran dan kecerdasan yang dimiliki, mengingan menjalankan roda kpemimpinan memerlukan pemahaman dan pemikiran inovatif sebagai ajang memajukan atau memepertahankan kualaitas organisasi bahkan negara yang dipimpinya.

Walapun seseorang mempunyai pisik kuat akal cerdas sebetulnya hal itu masih belum cukup untuk menempatkan seseorang menjadi seorang pemimpin. Karena kepemimpinan juga mesti dibentuk dari dasar tidak semudah mebalikan telapak tangan. Itu artinya seseorang akan berpengaruh jika dibiasakan untuk mempengaruhi orang lain. Kebanyakan tokoh muda saat ini salah menempatkan kepengaruhan itu sendiri, mereka hanya bisa berkutik pada media dengan memberikan kritik-kritik tajam terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan tokoh tua yang saat ini sedang menjalankan tampuk kekuasaan. Maka disini perlu adanya kearifan tokoh-tokoh muda untuk melibatkan diri pada lembaga-lembaga resmi Negara yang bisa mengantarkan mereka untuk bisa memimpin.

Lembaga yang paling pas untuk mengantaraknya adalaah partai politik, mengingat strategi dasar dalam meraih kekuasaan sebagaimana menurut Miriam Budiarjo adalah kendaraan Partai Politik. Seandainya kaum muda enggan untuk bergabung dengan kendaraan Partai Politik maka wacana yang mereka anggkat untuk menduduki kursi kepemimpinana adalah isapan jempol semata. Seaindainya mereka tidak setuju dengan kendaraan Partai Politik, kemudian mengangkat wacana jalur perseorangan dalam mencalonkan diri, maka pemahaman mengenai Negara demokrasi harus dipertanyakaan kepada mereka. Mengingat kendaraan resmi dalam system Demokrasi Negara Indonesia adalah Partai Politik.

Hal lain yang mesti menjadi sorotan adalah apa yang dilakukan kaum muda ini seolah cengeng tidak punya ide untuk berkuasa. Seandainya memang mempunyai keinginana untuk berkuasa mengapa harus menyalahkan atau seolah merengek kepada kaum tua meminta untuk diberi kesempatan. Seharusnya berusaha bagaimana membuat strategi politik yang bisa mengantarkan mereka dan mengakhiri dominasi kepemimpinan kaum tua yang kolot dan lamban ini. Ingatlah perubahan bukan hanya hayalan, tetapi perubahan adalah mutlak untuk diwujudkan.

* Tulisan ini merupakan esai yang dipersipakan untuk presentasi syarat peserta Training Politik IMM cabang A.R. Fakhrudin di Pimpinan Daerah Muhammdaiyah Kota Yogyakarta

eninggalkan Jiwa Kerdil, Mengeluhi Kenyataan*


M

"Tidak sempurna menjadi seorang mahasiswa bila hanya membaca dan mencari nilai Ideks Prestasi". Mungkin ungkapan itu yang menjadi awal tulisan ini untuk mengajak anda berfikir kritis mencari sesuatu yang memang seharusnya dicarai. Ketajaman nilai matematik sudah seharusnya dibangun dengan kualitas proaktif peduli terhadap kenyataan yang terjadi. Kedzaliman manajemen perkuliyahan, bukan sesutau yang hanya diisap sebagai realita biasa, tetapi sudah saatnya dikritisi supaya terjadi proses intropeksi menuju perbaikan dan kebaikan.

Jalanya pendidikan dalam hukum kesetabilan proses sebgaimana menurut para pakar pendidik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Usep M.pd dalam pnjelasanya ketika dulu penulis SMA, tidak terlepas dari dua elemen terpenting disamping elemen-elemen yang lainya. Elemen tersebut adalah pendidik dan yang dididik, seandainya salah satu dari kedua elemen ini timpang maka jangan berharap proses pendidikan mencapai hasil memuaskan. Kedua elemen ini berlaku dalam berbagai jenjang pendidikan Tapapun, aplagi di dunia perkuliyahan yang notebene merupakn jenjang terakhir menciptakan kesempurnaan berpikir dan penjurusan keahlian peserta didik.

Bila boleh mengungkapkan isi dari analisis pribadi yang belum teruji benar atau salahnya, sebetulnya diantara dua elemen yang membangun proses pendidikan tersebut pendidiklah yang paling menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pedidikan, mungkin dalam konteks perkuliyyahan adalah dosen. Mengingat arah pendidikan dikendalikan oleh pendidik yang jumlahnya hanya satu orang, sementar peserta didik jumlahnya banyak dengan berbagai klakter pribadi yang berbeda. Maka seandainya ada satu atau dua peserta didik (mahasiswa) yang tidak produktif dalam mengikuti proses pendidikan tidak akan berpengaruh terhadap proses transper pengetahuan, karena masih ada peserta didik lain yang siap untuk produktif. Sementara seandainya ketidak produktifan bersumber dari pendidik maka semua peserta didik akan mendapatkan imbas negative tanpa bisa dipungkiri kenyataanya.

Hukum pendidikan yang sederhana ini mari untuk digunkan membaca apa yang sesungguhnya terjadi di kampus ini. Mahasiswa diminta untuk hadir 75% sebagai syarat bisa atau tidaknya mengikuti ujian semester, sampai seorang yang ngeyel berujar "kehadiran telah menjadi tuhan kedua setelah tuhan yang pertama". Sebetulnya kehadiran ini bukan sesuatu yang mesti dikrtisi karna memang bisa membantu pada kualitas pendidikan itu sendiri. Yang sesungguhnya mesti dikrtisi adalah apakah kehadiran ini hanya berlaku bagi mahasisiwa sementara bagi dosen tidak?. Dimana kenyataan membuktikan dalam semester ini beberap kali satu, dua, tiga, empat, bahkan lima dosen tidak hadir untuk memberikan materi kuliyyah dengan tanpa adanya konfirmasi, tugas, intruksi, apa lagi permohonan maaf.

Sesuatu yang menyakitkan sebetulnya, di tengah terik panas dan debu suasana kota keterpanggilan untuk mengikuti perkuliyyahan mendorong datang ke kampus. Satu dua menit kesabaran masih bisa dikendalikan, namun setengah atau bahkan satu jam masih menunggu, akal sehat sudah tidak berfungasi. Bisikan-bisikan riang berujar mesra menyampaikan kasak-kusuk ketidak hadiran mereka yang seharusnya hadir memberikan pencerahan pengetahuan dan bimbingan. Satu atau dua pencerah dan penbimbing masih diangggap wajar, tapi bila semua pencrah dan pembimbing tidak hadir inilah yang kurang ajar sebagaiman yang terjadi pasca Mid Semeter I.

Ucapan mesra datang sumbang dari hati kehati para mahsiswa yang mempunyai hati untuk mereka "Kau anggap kami ini apa, cobalah wahai yang merasa tersapa mengertilah akan perasaan hati kami, sebetulnya kami sakit dengan kelakuanmu tapi kami diam seribu bahasa karena takut kau anggap kami ini tak sopan. Namun saat ini kami tak bisa untuk terus diam, nurani kebenaran membawa kami untuk mencoba menggungah hatimu, karena kami takut hatimu tertutup batu yang menghalngai kesadaran. Kami rindu akan ilmu, tapi kau seolah malas tuk memberiknya, hentikan kekredilan ini. Bagaimana bisa kami memikul amanahmu untuk memperbaiki dan mengobati bumi pertiwi yang sakit, bila kau saja sudah malas memberikan obatnya". Bila dianalogikan dengan puisi yang ditulis Gusmuh "kau minta aku untuk hadir, aku datang kau tiada. Kau minta aku tuk tidak menghianatai orangtuaku, padahal kau sendiri yang mengajaraiku".

Ungkapan di atas adalah mewakili bahasa ungkapan manusia yang ingin menjadi mahasiswa proaktif, peduli terhadap kualitas pendidikanan dimana tempat ia bernaung mencari setetes kebenaran bukan kemunafikan. Masih teringat jelas khusus untuk jurusan Ilmu Pemerintahan bagaiamana dulu dalam sambutan salah seorang dosen berujar "akreditasi kita ini lebih baik dibanding UGM, UGM itu dosen-dosenya Profesor Dr, tapi mereka sibuk banyak tidak hadirnya, yang hadir hanya asistenya saja". Bisakah ungkapan itu dibuktikan?, ini adalah pekerjaan rumah, asisten saja tidak ada.

Lantas kemana harus membuang waktu kosong yang seharusnya terisi dengan pencerahan pengetahuan ?. Inilah persoalan kedua yang mesti dibenahi dalam pola fikir setiap generasi yang mengharapkan perubahan jati diri, lebih besarnya kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sayang seribu kali syang bila waktu luang dibuang, karena kepastian menunjukan waktu tidaklah datang untuk yang kedua kalinya, tetapi ia pergi bersama laju arah angin mengikuti luka-liku awan menuju sini dan pergi ke sana.

Menjawab tantangan masa depan yang rumit tidak baik kiranya bila hanya diam tanpa bergerak sedikitpun. Keterlahiran pemimpin-pemimpin besar bukan dari mereka yang malas dan hanya bisa diam. Tetapi keterlahiran mereka berangkat darii pergerakan untuk melatih jiwa kepemimpinan dan pembawa perubahan sebagai ajang pencerahan jati diri yang berimbas pada perubhan bangsalah jua. Representatif terbaik sebagai ajang menyalurkan waktu kosong yang seharusnya terisi adalah bergabung dengan oraganisasi pergerakan, karena denganya makna hidup akan bisa dipahami, gejolak pemikiran bisa tersalurkan dan kreativitas bisa menjadi kenyataan yang membanggakan.

Ada beberapa organisasi pergerkan yang biasa eksis di setiap kampus-kampus, seferti diantarnya: HMI, KAMMI, IMM, SOPING dan yang lainya. Diantara semua orgnisasi pergerakan ini tentu saja mempunya klakter khas dalam arah perjuanganya. Namun di sisi lain semuanya mempunyai satu persamaan yaitu memeperjuangkan apa yang layak untuk diperjuangkan.

Mengutip ungkapan Jhon Maxwell "pemimpin itu terlahir karena ia mempunyai kepengaruahan, sementara kepengaruhan itu ada krena terbiasa untuk memepengaruhi". Atau seseorang dikatakan berjiwa besar bila ia mempunyai cita-cita dan usaha yang besar pula. Tetapi seoarng dikatakan kecil bila ia hanya memiliki keinginan dan usaha yang kecil pula. Organisasi pergerakan adalah tantangan untuk membentuk kalakter manusia besar, enggan untuk bergabung dengannya hati-hati dengan diri anda, jangan-jangan termasuk mahasiswa yang berjiwa kecil. Bila kembali pada kenyataan awal, mau diapkan waktu kosong yang dimiliki?. Jangan samapai hilang tidak membawa angin kesegaran apapun pada perubahan yang terkecil.

Sebagai sosok generasi labil, sulit memang menentukan organisasi mana yang pantas untuk dimasuki sebagia ajang latihan positif menuju sosok seorang pemimpin ini. Dalam diskusinya seorang aktivis yang ke PMII-PMII-an memberikan resep jitu untuk menjawab pertanyaan ini:

1. lihata visi dan misi oraganisasi sebagai landasan apa yang sebetulnya diperjuangakan

2. kekuatan ativitas organisasi stabil atau tidak, karena percuma mengaku organisasi pergerakan sementar gerakanya tiada berwujud

3. progress atau tidak progresnya organisasi, karena organisasi pergerakan bila berkutik pada metode klasik atau bertumpu pada laju yang pelan kapan mau sampai pada perubahanya, keburu kiamat

4. lihat latar belakang tokoh yang dihasilkan oleh organisasi tersebut, bila menghasilkan tokoh berpengaruh maka layak untuk dimasuki. Bila belum ada tokoh yang terlahir dari organisasi itu unut ditiru sebagai pigur, lebih baik pikirkan terlebih dahulu

5. predikisikan apa yang akan didapatkan dari organisasi, bukan berarti mencari hidup dari organisasi dan tidak menghidupkan organisasi, tetapi hal ini sebagai ajang kelak kemana akan beraliansi dengan partai politik atau organisasi kemasyarakatan. Bila basis ditemapat anada adalah Golkar maka lebih cocok untuk bergabung dengan organisasi yang beraliansi dengan partai Golkar supaya kelak karir anda stabil dan memuaskan. Namun bila basis ditemapat anda aladalah PKS umpamanya maka carilah organisasi pergerakan yang beralinsi terhadap PKS itu sendiri. Seandainya anda tidak berharap untuk beraliansi dengan partai apapun tetapi lebih cenderung mengahabiskan kehidupan dalam organisasi kemasyarkatan maka bergabunglah dengan organisasi pergerakan yang banyak berkutik pada masalah kemasyarakatan. Intinya harus disesuaikan dengan kebutuhan.

6. tdiak kalah penting, dimana anda kuliyyah, kareana di Universitas-Universitas tertentu suatau organisasi pergerakan terkadang mempunyai akar kekuatan yang dominan

Itulah sikap kritik proaktiv menjawab tantangan untuk memenuhi kebutuhan menyalurkan waktu kosong dalam keseharian, lebih husus mungkin pada jam mata kuliyyah yang tak berwujud, dengan hal positif disampaing kegiatan positif lanya. Selamat bergabung, tunggu apalagi???/ bila anda menjawa "nunggu tahun depan". Kelamaan kawan keburu organisasi pergerakanya pada bubar kekurangan kader dan pengurus lhoo !!!!!!!


* Tulisan ini merupakan kritik sosial yang dimuat dalam Transformasi edisi perdana