“Menulis itu baik, berfikir lebih baik, kepintaran itu baik, kesabaran lebih baik”. (Kamaswami)
Kalau mau study tour atau study banding pasti semua anak-anak pada ribet buat nyari Kodak, ada yang biasa ada yang digital, pokonya beraneka ragam. Tujuanya sebetulnya semuanya Cuma satu, ingin mengabadikan momen indah dalam perjalanan. Setiap ada pemandangan indah pasti gambarnya diambil, yang lucu itu kalau memotret benda-benda antic seperti patung, bangunan tua kaya museum Asia Afrika di Bandung. Semuanya berjejer, sementara benda antiknya kecil, jadinya bukan benda antic yang terambil gambarnya, yang kelihatan di poto malah anak-anak, semantara benda antiknya terhalang.
Begitu pun dipoto di depan museum, semuanya bejejer nggak ada satu pun yang tidak terambil oleh poto. Pas dicuci cetak gila tak ada staupun poto yang terambil museumnya, yang terlihat anak-anak saja berjejer dengan sejuta ekspresi. Ada satu yang terlihat museumnya, itu juga Cuma gentengnya aja. Maklumlah kami orang Indonesia, lebih mementingkan gambar pribadi ketimbang benda-benda yang unik, artepak, museum atau benda-benda kuno lainya. Beda dengan orang-orang Bule yang kami temukan waktu di Candi Borobudur. Mereka sama sekali tak mempoto dirinya, poto-poto itu dibuang begitu saja kalau bagi kami, yang mereka poto murni hanyalah patung-patungnya saja. Tanpa mereka berdiri berjejer di depanya, sebgaimana yang kami lakukan.
Ada cerita yang unik, waktu study tour ke Boska di Lembang Bandung. Sehabis tour Pak Sawaludin ngeyel terus di kelas, dia kecewa sama anak-anak , terutama seksi dokumentasi. Melihat album hasil study tour nggak ada satu pun yang gambarnya teropong bintang, bangunan Boska atau paling tidak satpam saja penjaga Boskanya. Semua poto penuh dengan poto anak-anak, ada yang main gitar, berjejer di depan bus, itu yang paling mending karena terlihat tulisan di busnya “Rombongan Study Tour”. Ada juga poto anak-anak yang lagi bercanda bersenda gurau. Pak Sawaludin bingung, bagaimana dia harus laporan sama kepala sekolah, tak ada satu pun poto yang bisa ditunjukan untuk dijadikan dokumentasi.
Lebih parah lagi waktu perjalan pulang dari Bumi Perkemahan Ci Bubur Jakarta. Di jalan tol Ci Pularang ketika bis berhenti Salwa hilang, padahal bis mau berangkat, berhenti Cuma sejenak untuk buang air kecil saja. Semua orang ribut mencari ke sana kemari, pak Dodi stress karena kalau Salwa jadi hilang dia yang bertanggung jawab, nanti bisa dituntu di pengadilan oleh ibunya. Eh ternyata tiba-tiba Salwa datang, semuanya jadi tenang mengucapkan alahamdulillah. Pas ditanya “Salwa kamu dari mana, kami semua khawatir mencarimu ?”. Dengan enteng penuh kepolosan Salwa menjawab, “habis poto-poto sama Zidan Pak”. Ternyata kami baru sadar, Zidan juga sebetulnya hilang, tak ada satu pun yang sadar, sementara Salwa diributkan, maklum dia cantik. Gila Cuma gara-gara poto-poto sama pacar, perjalanan kami harus terlambat setengah jam.
Gara-gara kejadian-kejadian itu, aku malas mengikuti anak-anak untuk selalu mambawa poto kalau berpergian untuk tour. Nggak unik mengabadikan sesuatu hanya dengan mempotonya saja, lagian bukan mengabadikan benda-benda unik yang ditemukan, tapi lebih cocok dikatakan lomba berpose, kalau mau Cuma berpose sudah saja jangan tour ke sana kemari, cukup di sekolah saja bisa waktu isatirahat. Berarti aku harus membuat sesuatu yang berbeda dengan anak-anak, supaya setiap perjalan bersejarahku tidak terlupakan begitu saja, tetap terdokumentasikan tapi bukan dengan poto.
Untuk mencari alternative lain otak harus diperas, apa itu cara lain untuk mendokumentasikan selain dari pada dengan poto?. Dengan ponselkah?, sama pake ponsel dipoto juga. Dengan minta tanda tangan setiap satpam penjaga tempat yang dikunjungi?. Gila malu-maluin, mendingan kalau satpamnya baik, coba kalau galaknya kaya satpam sekolah, menakutkan bukanya dikasih tanda tangan, yang ada disusruh pus up 20 kali. Kalau begitu apa yah ?.
Akhirnya jawaban itu aku dapatkan sudah, jawabanya muncul dari balik layar Bioskop Intan Garut. Film yang aku tonton judulnya “Snack Island” memberikan alternative lain. Di dalamnya ada cerita unik, ternyata dari sekian banyak orang yang berwisata menikamati keindahan pulau-pulau dan binatang Afrika ada seorang novelis yang ikut dalam perjalan itu. Dia mendokumentasikan perjalannya dengan cara dituliskan, untuk dijadikan bahan dalam Novel terbarunya. Satu pertanyaan yang menarik yang dia lontarkan kepada pemandu tour, “adakah tulisan para peneliti tentang pulau Snack Ini, atau tulisan siapun asal menceritakan tentang pulau Snacak ini?”.
Ternyata novelis itu ingin menceritakan pulau Snack bukan bertanya “adakah poto yang diambil di pulau ini sebelumnya?”. Berarti dokumentasi lewat tulisan jauh lebih dicari dibandingkan dengan dokumentasi melalui pengambilan poto-poto. Kalau begitu tulisanlah yang akan menggantikan pendokumentasianku terhadap setiap tempat tour yang aku kunjungi, mau itu museum, candi, tempat wisata atau apapun itu.
Cita-cita ternyata baru bisa diwujudkan saat ini, ditengah kibukan teman-temanku mencari Kodak, iuran beli album aku sama sekali tidak ikut cara lama yang mereka lakukan. Yang aku lakukan membawa buku kecil untuk mencatat setiap kejadian yang aku anggap unik untuk diabadkan, setiap benda yang unik, setiap pemandangan yang indah, dan yang terpenting setiap gerak-gerik yang dilakukan oleh Bunga. Siapa tahu aja, nanti bisa menemukan moment yang berharga, sebetulnya Bunga itu sukanya apa?, Band favoritnya apa?, dan yang terpenting senyumanya.
Ternyata benar-benar mengasikan, awalnya memang kaya orang gila, orang lain main poto-potan aku malah menyelinap mencari tempat-tempat sunyi untuk mencatat apapun yang ku anggap layak untuk dicatat. Dalam tour sekolah ke Kawah Putih di Bandung selatan aku berhasil mendokumentasikan hal-hal yang lucu, Dita pas lagi buang air di wc tanpa sengaja si Parhan masuk, dia nggak tahu kalau di dalamnya ada Dita, gila si Parhan dipukul pake gayung yang ada airnya sampai basah kuyup. Kalau Neli lebih gila lagi, waktu di Danau Ci Saat dia jatuh dari perahu, dengan teriak-teriak minta tolong “tolong…tolong”. Eh ternyata kedalamnya Cuma sampai dengkul, dia jadi malu sendiri. Dasar cewe suka pengen diperhatiin, dan suka kecentilan.
Dari semua moment-moment yang ku catat, selain keindahan alam, dan susana di sana, yang paling sering aku baca dari semua catatan ya tentang Bunga, ternyata pas lagi curhat sama Dini di bis dan aku ngupingin dikursi belakang dia itu suka sama Doraemon, warnanya lucu kata dia Biru. Ini kesempatan emas, untuk menaklukan hatinya, berarti nanti kalau di Bioskop Intan kalau petulangan Doraemon diputer aku harus ngajakin Bunga buat nonton, sementara kalau aku ngasih hadiah sama dia warna kadonya harus biru, kan warna kesukaanya.
Selain itu juga, pas lagi makan bakso aku baru tahu kalau Bunga itu makanya rakus, nggak cukup satu porsi, dia makanya nambah. Ih gila juga ternyata, cantik-cantik ko makan baksonya dua porsi sih, ngggak mungkin ini yang sesungguhnya, kalau bener dia makanya banyak aku jadi timbang-timbang buat nembak dia, bisa-bisa uangku jebol kalau jadi pacarnya, pasti aja setiap nanti makan di Pujasera aku harus bayar dobel, diakan makanya banyak. Ih amit-amit mendingan nggak jadi pacarnya, takut makan baksonya nambah. Atau mungin kali ini dia lagi laper, apalagi susana dingin yang sangat mendukung untuk makan yang panas dan pedas-pedas. Nggak tahu deh, tapi niatku buat nemabak dia harus benar-benar dipertimbangkan, supaya bisa dicocokan dengan isi dompetku.
Kalau melalui poto mana ungkin hal-hal lucu telah berlalu bisa terabadaikan, tapi melalui tulisan hal yang telah berlalu pun bisa diabadikan. Aku bisa mencatat segimana panjangnya rambut teh Luvita, tidak sengaja waktu dia lagi nyuci pring di kamar mandi aku masuk unutuk cuci tangan, ternyata di dalam ada dia tidak berkerudung, itu terjadi waktu Pelatiahan di Kertasari. Aku bergegas ke luar, takut ketahuan, kalau dia samapai tahu rambutnya ke tahuan sama orang yang bukan muhrim bisa marah, sama kaya temen SD-ku Nurbaeti. Mengasikan, catatan kecilku penuh dengan hal-hal lucu dan mengemaskan untuk dibaca berulang-ulang. Aku yakin senadainya nanti ada peneliti yang ingin mencari tahu tentang Bandung Selatan, Garut Selatan, dan Kawah putih, dan mereka tahu tentang catatan kecilku pasti akan dijadikan sumber data, bukan poto-poto yang dimiliki oleh anak-anak.