Tulisan ini dipostingkan untuk mepertanyakan ulang dan sedikit menanggapi tentang tulisan sodara Lam’lam ketua Himpunan Mahasiwa Persis (HIMA) dalam web www.himapersis.org. Sebetulnya posting tulisan sodara Lam’lam yang berjudul Hubungan Agama dan Negara itu sudahlah lama, kurang lebih sekitar bulan Desember-an tahun 2007. Namun sayang Beta baru tahu kalau tulian itu ada belum lama ini, karena maklum baru pertama kali mengunjungi web HIMA, sebelumnya tidak tahu sama sekali kalau HIMA punya alamat web. Tulisan ini hanyalah kegelisahan saja, dari seorang yang awam seperti Beta, maklum Beta baru menginjakan kaki di dunia kampus. Insyallah selanjutnya Beta mempunyai rencana untuk menghadirkan tulisan yang setuju dengan opsi ketiga “agama terpisah dari Negara untuk Indonesia” (dalam tulisan sodara Lam’lam) tentang hubungan agama dan Negara, doakan Beta ya, ide ada tapi buku-buku referensinya masih tercecer, jadi penulisanya agak lambat.
Beberapa hal yang mesti diperhatikan dari tulisan sodara Lam’lam Tentang tulisanya adalah referensinya lumayan kuat. Lam’lam membagi hubungan antara agama dan Negara dalam perdebatanya ada tiga perdebapatan pendapat. Sistem kekhalifahan yang diterpkan dalam Negara, apapun bentuk negaranya asal syariat islam tegak, dan terakhir pemisahan anatara agama dan Negara. Kurang lebih yang Beta pahami, Lam’alam tidak menyatakan secara jelas sebetulnya dia setuju yang mana, tetapi gagasanya dapat ditebak sodara Lam’lam menghendaki agama (islam) dan Negara menjadi satu tidak terpisahkan. Referensi sodar Lam’lam berbasis buku-buku keagamaan, sementara buku hukum ketatanegaraan Indonesia dan perpolitikan di Indonesia sangatlah minim, dia hanya mencantumkan Miriam Buadiardjo saja.
Ayat-ayat yang dikutipkan oleh Lam’lam masih bisa diperdebatkan sebetulnya, karena teks-teks ayat yang dijadikan basis legalitas penerapan sayariat olehnya maknanya masih umum, sama sekali bila dibaca tidak mengarah pada adanya penekanan tentang Negara. Argumentasi Lam’lam tentang Negara madinah yang dibangun oleh rasulallah cukup merefresentatifkan struktur social masayarakat Indonesia yang majemuk, tetapi bila dikaji, tentang Negara madinah yang dibangun oleh rasullah tersebut sebetulnya berbentuk Negara apa, serikat, republic, atau monarki. Kemudian sistem pemerintahanya apa, presidensil, parlementer atau campuran?. Perlu diketahui bentuk Negara ini terus berkembang, ia tidak statis, tetapi bergerak mencari posisi yang tepat senada dengan sejarah perjalanan umat manusia.
Sodara Lam’lam, bila hanya mengedepankan sejarah tentang Negara madinah saja menueut hemat Beta dia egois, sebab umat lain-pun mempunyai sejarah tentang bangsa-nya di ajaman dahulu. Seperti orang Hindu, Budha, Katolik dan Konghucu. Bila Lam’alam tetap memaksakan sejarah islam saja, maka bagaimana dengan keinginan umat lain untuk mendirikan Negara sesuai dengan sejarah yang mereka miliki. Sodara Lam’lam kurang berempati terhadap orang yang berlainan agama, mana mau mereka diataur oleh agama orang lain, coba bayangkan bila yang menjadi minoritas di Indonesia adalah umat islam, bukan hindu, budha atau-pun Katolik, apakah mau kita sebgai umat islam di atur oleh konstitusi yang menjadikan injil atau genesis sebagai konstitusi yang harus ditaati?.
Tujuan yang ingin dicapai oleh Lam’lam dengan memaksakan keinginan untuk menyatukan agama dengan Negara adalah kesejahteraan social. Pendidikan, perundangan yang terlindungi, kesehatan amsyarakat, dan yang lainya. Apakah dengan hanya mempeunyai tujuan seperti itu harus tetap memaksakan mendirikan agama Negara ?. Tidakah cukup bila itu yang diinginkan, tinggal masukan saja UU yang mengatur tentang hal itu, ko harus merombak Negara secara keseluruhan?. Ungkapan Fahd cocok untuk mengironikanya “membunuh nyamuk dengan bom”. Apakah mungkin bila agama Negara diwujudkan konstitusi tidak dibekukan terlebih dahulu?. Sesuatu yang tidak mungkin, berarti gagasan Lam’lam ini mengarah pada wacana pembekuan konstitusi, bahkan pembubaran. Bila itu yang terjadi sebagai alat untuk mewujudkan Negara agama (islam), maka Lam’lam adalah ideolog pemberontak yang merongrong persatuan dan kestauan bangsa. Sodara Lam’lam bisa dikata adalah penebar benih perpecahan bangsa.
Bila saluran yang digunakan oleh siapapun yang sepaham dengan Lam’lam memakai saluran sesuai dengan mekanisme demokrasi yang berlaku di Indonesia, maka sama sekali tidak masalah. Berarti mereka perlu memasukan banyak perwakilan di palemen, dan tentunya di parlemen sendiri kalangan yang menolak Negara agama tidak akan tinggal diam. Sah-sah saja bila dengan jalur demokrasi yang berlaku, wong siapapun boleh ko berjuang untuk memasukan ide-nya tentang baiknya Negara ini harus bagaimana, mau Kristen, katolik, Budha, Konghucu, asal dengan cara dialog di parlemen melalui perwakilan. Tapi bagi Beta pesimis-lah cita-cita sodaraLam’lam itu akan terwujud, buktinya partai yang selama ini mengaku ingin memasukan sayariat ke dalam hukum positive yang berlaku di Indonesia wakil-Nya mengerikan tidak mencerminkan idelaisme agama yang dijadikan sandaranya. Yusril tersandung kasus Tomi Soeharto dalam pencairan dana, MS Ka’ban yang dulu berorasi tentang syariat Islam di Pesantren Rancabango tersandung kasus Ade-Lin Lis dan aliran dana BLBI. Justru orang-orang yang tidak memakai idiom-idom agama yang mencerminkan mencintai bangsa ini, Rizal Ramli yang anti Neo-kolonialisme, Kwie Kian Gie yang kritis dengan kebijakan-kebijakan pemerintah dan Deny Indrayana yang selalu kritis terhadap kasus korupsi.
Terakhir selamat berjuang lah untuk semuanya, mari beridelaisme dengan sejuta khayalan tentang bagaiamana Indonesia kedepanya. Khsus untuk teman-teman yang beragam Hindu, Katolik dan Kristen yang biasa mengunjungi blog-Beta, sory banget yah paduka semua baca tulisan ini pasti nggak ngerti dan nggak nyambung, ini urusan dalam Negri Beta borw.
* Oleh Rijal Ramdani, Pegiat di L-KMPI Jogja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar