Minggu, 07 September 2008

Buah Penipu

Belum tentu apa yang Aku anggap itu, sesuai dengan kenyataan…” (Aku)

Salah satu hal yang paling mengasikan dalam hidup adalah mengingat-ngingat kejadin masa lalu. Ada yang lucu, aku pernah dikejar-kejar anjing Helder depan rumah Pak Kosim gara-gara mau nyolong mangga berpbentuk apel sama temen-temen, habis kami penasaran rasanya buah itu seperti apa?, ko warnanya kuning, berbentuk apel, tapi bukan apel, tetep aja dikatakan mangga, ternyta namanya mangga apel. Di desa Panyindangan Cuma ada satu pohonya, di rumah pak Kosim doang, makanya pensaran, kami hanya sekedar ingin mencicipi rasanya, biar nggak mati berdiri gara-gara belum kecapaian cita-cita merasakan bagaimana rasanya Mangga itu.
Tapi sial, rumah Pak Kosim ada satpamnya, walaupun rumah itu sepi di tinggalkan terus oleh penghuninya, satpamnya luar bisa susah ditaklukan. Bukan perempuan dan bukan juga lelaki kekar, tetapi binatang galak yang setiap menit mengeluarakan air liyr dari mulutnya, kami bisa memanggilnya anjing Helder. Suatu ketika, karena tak sabar dengan kepenasaran, ditambah baying-bayang rsa takut kalau mati nggak bisa dibaringkan karena belum tercapainya cita-cita aku dan teman-teman memaksakan diri untuk mewujudkan keinginan itu.
Kami mengira Helder yang menjadi satpam rumah Pak Kosim itu diikat di tiang depan rumah. Si Kencit memastikan kepada kami setelah melihat dari atas pohon rambutan sebrang jalan, maklum rumah Pak Kosim berpagar besi. “whey aman, anjingnya diikat”. Beramai-ramai kami masuk melalui gerbang rumahnya yang tak pernah dikunci, ketika kepala kami masuk, tiba-tiba Helder menggonggong, matanya melotot, lidahnya keluar mengelurakan air liur, tatapanya seolah ingin membunuh kami, dia seolah melihat kami ini sebgai Babi musuh sejati dalam sejarah nenek moyangnya. “jangan takut, diiket ko”. Si Kencit kembali memberikan semangat keberanian kepada kami.
Dengan seketika Helder itu berontak, lari sekuat kijang menuju arah kami, setengah mati dalam pikiranku detik itu juga aku akan mati dimakan Helder. Kami melompat ke sebrang gang untuk menaiki pohon rambutan. Dengan ijin malaikat jahat kami semua berhasil menaiki pohon rambutan dari berbagai arah, untung saja kami Cuma berempat, utara, selatan, barat dan timur bisa dijadikan arah untuk menaiki pohon rambutan secara bersama-sama. Helder menggonggong dengan suara seperti dentuman Bom yang mengancam nyawa kami, aku menangis menjerit-jerit histeris, si Kaka mengikuti jejaku menangis juga. Gila ada penjahat cengeng, malu-maluin, masa pencuri menangis, maklum lah penjahatnya belum professional, masih kursus di Taman Kanak-Kanak.
Dari balik gerbang Pak Kosim muncul, dia memanggil Helder yang mau menggantikan malaikat pencabut nyawa bagi kami itu. “Moldy…Moldy come here, plese come heare”. Dalam tangisan aku jadi pengen tertawa, gila anjingnya Bule, ngomongnya pake bahasa David Beckham. Pak Kosim mengampiri kami sambil bertanya, “anak-anak kenapa si Moldy sampai bisa lepas dari rantainya ?”. aku nggak mau menjawab diam membisu mirip permapok Bank yang diintrogasi polisi, dengan keberanianya Si Kencit yang menjawab karena dia sendirian yang nggak menangis. “ini pa, bo.. bo …bola kami masuk ke dalam, iya bener bola” dia ngomong dengan terbata-bata. Segera Pak Kosim berjalan menuju gerbang “o gitu”. Di pohon kami ketakutan, takut niat kami ketahuan “aduh gimana nih”, si Kencit mukanya muram.
Pak Kosim muncul secara tiba-tiba di bawah kami, “ko bolanya nggak ada, kalian pasti bohong?”. Kami semua diam saling melirik satu sama lain, dan dengan keberanianya Si Kencit berketa lirih “Iya pak, kami bohong, kami masuk ke dalam pengen mencoba rasanya buah apel itu rasanya kaya gimana?”. Pantas memang bila Si Kencit dianugrahi pengukuhan guru besar, atas keberaninya untuk berkata jujur sama pak Kosim. “heh, kalian ini, kalau mau buah apel kenapa nggak ngomong sama bapak kemarin waktu ketemu, ayo turun, ambil sana kalau mau, anak-anak bapa semuanya nggak ada yang suka”.
Kami semua tersenyum, tak sabar ingin mencicipi buah yang selalu kami impikan rasanya itu seperti apa, alhamdulillah atas kebaikan pak Kosim kami nggak bakal jadi kalau mati nanti melotot karena ada keinginan yang belum terpenuhi sebgaiaman cerita dari orang-orang di kampung. Semua memetik satu, dengan penuh kegembiraan kami langsung pulang ke rumah masing-masing.
Setibanya di rumah, ibu menghampiriku dengan pertanyaan yang bertubi-tubi, “Gilang dari mana buah itu?, kamu sudah shalat asahar belum ?, tadi catatan di Sekolah mana?”. Ibu pertanyaanya banyak tersu, nggak pernah bertnya satu-satu, aku pun menjawab dengan cepat sambil berjalan menuju dapur untuk mengambil pisau. Sialan pas aku cicipi rasa mangganya asem, pantas warga semuanya nggak ada yang mau menanamnya, pantas juga pak Kosim bilang kalau semua nak-anaknya nggak pada suka. Kalau boleh usul sama yang memberikan nama bagi buah itu, cocoknya jangan dibilang mangga apel, apel itu manis, bilang aja buah coklat, biar nggak tanggung menipunya.
Gara-gara mitos bakal mati melototo kalau keinginan belum tercapai aku harsu kaya gini sama teman-teman, bikin onar hingga memebuat Helder pak Kosim marah besar. Untunglak Helder itu tak jadi menjadi pengganti malaikat pencabut nyawa, kalau sampai kami samapai mati karena rabies digigitnya, mapus lah sduah. Mati melotot bakal terjadi beneran, bukan karena penasaran tak merasakan rasanya mangga apel, tapi karena menahan rasa sakit akibat gigitan si Moldy. Pasti gara-gara ini matinya bakal nggak dianggap sama warga, memalukan akhir hayat nyawa melayang gara-gara bejuang melawan anjing, nggak kaya pahlawan mati melawan Belanda.

***
Hah…inget cerita masa kecil itu jadi pengen tertawa terbahak-bahak, tertawa geratis tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Lumayan kalau ke Bisokop Intan harus bayar, Cuma pengen ketawa saja nonton film-film komedi terbaru. Dari mulai saat ini akau akan membuat bioskop Intan baru, khusus bagi diriku sendiri, namanya bioskop Khayal, bisokop yang filmya disutradarai, diproduseri, diperanakan, dikamerameni oleh diriku sendiri. Penontonya Cuma aku juga sendirian, penjaga karcisnya aku juga sendri. Duh enaknya hidup sendirian, tanpa harus ngantri lama beli karcis, duduk enak dengan mata terpejam, atu berbaring tertelungkup sambil memeluk guling, enak nggak kaya di bioskop Intan, kan kursinya pada reyot-reyot. Ngehayal lagi ah…

Tidak ada komentar: